Tiga buah pertanyaan yang perlu ditanyakan dalam merekayasa ulang visi pendidikan adalah :
- Bagaimana kita dapat merangkai visi pendidikan yang realistis sesuai dengan potensi yang kita miliki
- Kecakapan apa yang diperlukan oleh anak didik kita untuk bersaing di masa depan ?
- Bagaimana mutu pendidikan bangsa Indonesia saat ini dalam mempersiapkan anak didik mencapai kompetensi yang diharapkan abad mendatang ?
Baik kita akan mulai dengan pertanyaan pertama, yaitu bagaimana proses pendefinisian visi pendidikan yang Realistis dan yang Sesuai dengan potensi yang kita miliki.
Pertama tama tentunya kita perlu mempertimbangkan apa yang dimaksud dengan sebuah visi, yang realistis dan sesuai dengan kemampuan. Animasi dibawah ini mungkin akan memudahkan pendefinisian dari visi tersebut.
Mungkinkah seekor caterpillar memiliki visi menjadi Naga ?
Bagi seekor caterpillar berharap mempunyai sayap dan berubah menjadi seekor Dragon atau naga adalah sebuah visi yang tidak berlandaskan pada realita. Visi ini keluar dari kenyataan dikarenakan bahwa seekor naga yang menyemburkan api dari mulutnya hanya ada dalam legenda, tidak pernah ada dalam kehidupan. Harapan ini adalah sebuah halusinasi yang tak pernah ada. Analogi yang sederhana adalah berharap merubah institusi pendidikan yang mampu menghasilkan siswa hebat seperti ilmuwan sekaliber Noble hanya dengan meminum segelas ramuan air putih, dan dalam waktu sehari saja. Jelaslah itu adalah halusinasi, irrasional bagi sebuah kerja ghaib diharapkan menjadi fondasi sebuah institusi pendidikan.
Mungkinkah seekor caterpillar memiliki visi menjadi Burung cantik yang bersuara merdu ?
Selanjutnya untuk seekor caterpillar berubah bentuk menjadi seekor burung yang riang bernyanyi menyambut pagi mungkin terlihat sebagai sebuah visi yang baik, namun ini adalah sebuah mimpi yang melenakan, meskipun binatang burung adalah binatang Real dan nyata adanya namun perubahan dari caterpillar menuju burung belum pernah terjadi karena melibatkan jutaan perubahan genetika yang tidak sesuai potensi dengan kodratnya. Parable visi ini adalah bagaikan visi sebuah institusi pendidikan berharap yang menjadi sebuah pabrik menciptakan luaran orang yang sama IQ serta EQnya, dengan sebuah jenis proses pendidikan yang akan menghasilkan produk seragam dengan zero defect. Ini sebuah keniscayaan, meskipun ini mungkin terjadi dalam sebuah pabrik real, namun pada sebuah institusi pendidikan adalah bagaikan menciptakan manusia robot yang akan bertingkah laku sama dengan postur tubuh yang sama, ini jauh diluar harapan pendidikan, sama sekali tidak manusiawi, karena setiap manusia itu unik, dengan karakter serta pola pengembangannya masing masing, alangkah sedihnya bila potensi yang beragam harus dikebiri menjadi sebuah produk seragam dengan segala kelemahannya. Ini bukan visi pendidikan
Mungkinkah seekor caterpillar memiliki visi menjadi kupu kupu cantik yang indah ?
Dengan menyadari potensi diri, analisis SWOT, maka untuk seekor caterpillar berharap mempunyai sayap dengan menjadi seekor kupu kupu merupkan sesuatu yang sesuai, meski kadang terlihat absurd dengan perubahan yang terjadi dari ulat menajdi kupu kupu, namun secara potensial itu memungkinkan, dan didukung oleh genetika dari si caterpillar itu. Menjadi kupu kupu merupakan Visi bagi caterpillar dan selanjutnya berperang untuk mampu membawa Misi hidupnya yang lebih mulia, yaitu untuk menyemaikan bunga bunga menjadi bakal buah pada banyak tanaman. Nah visi menjadi kupu kupu yang indah merupakan sebuah perubahan yang hebat, dan itu hanya bisa dilakukan dengan usaha, dan tak selalunya disertai dengan keberhasilan, akan banyak kendala yang menghadang, entah kepompong jatuh, entah dimakan burung, dan lainnya. Tetapi usaha dan komitmen menjalani proses mencapai visi merupakan sebuah kewajiban dalam melakukan perubahan. Untuk berubah dari sekolah yang dengan mutu asal, menjadi berkualitas membutuhkan kerja keras dan komitmen dari banyak stakeholder. jangan pernah bermimpi memiliki visi kemudian pelaksanaannya dengan ditinggal tidur, itu hanya akan menghasilkan mimpi mimpi semata.
Singkatnya, pendefinisian Visi kadang terkendala pada pencapaian sesuatu yang tidak real atau ketika visinya real namun tidak sesuai dengan DNA keberadaan dari institusi tersebut. Visi selayaknya memiliki ukuran pencapaian dalam tenggang waktu tertentu, agar terlihat sejauhmana keberhasilan dan kegagalan, bukan merupakan seuatu yang normatif dan tidak jelas tolok ukur pencapaiannya.
Jadi Visi seekor caterpilllar yang sesuai adalah menjadi seekor kupu kupu indah yang memiliki misi untuk menyemaikan pembuahan pada pohon pohon disekitarnya.
Selanjutnya kita berangkat untuk mengantisipasi kecakapan apa yang diperlukan anak didik kita untuk menjawab permasalahan di masa depan?
Abad 21 mendatang memiliki kebutuhan SDM yang unik yang sangat berbeda dengan keadaan saat ini. Berbagai perubahan terjadi di bidang sosial, ekonomi dan politik serta kebudayaan. Tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan bidang Iptek pada saat ini merupakan wahana pembawa misi sosial, ekonomi dan politik dan sebuah negara. Berkembangnya teknologi sistim informasi serta berbagai perangkat teknologi komunikasi dan perhubungan telah membuat dunia semakin kecil. Dunia menjadi yang luas sebuah desa yang hubungan komunikasi tidak lagi terpisahkan oleh jarak serta kendala geografis. Dunia di masa depan adalah dunia yang penuh dengan perangkat teknologi yang mengatur dan merubah kegiatan sosial, ekonomi dan politik di masa lalu.
Dengan perubahan yang terjadi di mana mana, maka keberhasilan sebuah bangsa dimasa depan dipastikan akan sangat bergantung dari visi serta reposisi peran bangsa tersebut di percaturan global. Kesiapan bangsa dalam mengantisipasi serta bertindak dalam mempersiapkan generasi yang handal dimasa depan merupakan kunci dalam menghadapi perubahan tersebut. Sebuah bangsa yang mampu mengadaptasi perubahan serta memberikan solusi solusi baru akan menjadi bangsa yang mandiri yang mampu memimpin peradaban masa depan. Untuk itu perlu bagi kita untuk mengamati dan memahami perubahan apa yang sedang terjadi saat ini dan mengidentifikasi setting apa yang mungkin akan terjadi pada masa mendatang. Serta kemudian merancang sistem pendidikan yang cocok agar generasi mendatang memiliki skill set yang baik sesuai kebutuhan di zamannya.
Setting dominasi kegiatan ekonomi, dapat diamati telah mengalami pergeseran beberapa kali, dimulai aktifitas yang bertumpu pada kegiatan agrikultur yaitu pengelolaan kekayaan alam kemudian bergeser pada fokus pada kegiatan mekanisasi produksi industri sesuai dengan terjadinya revolusi industri. Kemudian kembali bergeser pada peran penggunaan informasi yang mendominasi dalam kegiatan ekonomi global pada saat ini. Siapa yang memiliki informasi yang tepat dan akurat pada saat ini terbukti memiliki keunggulan di bidang ekonominya. Dapat diyakini bahwa fokus pada informasi saat ini juga akan bergeser pada sesuatu yang baru di masa depan. Oleh karena itu penting bagi kita mengidentifikasi kearaha mana pergeseran itu terjadi .
Banyak institusi internasional memperkirakan akan datang sebuah era dimana kegiatan ekonomi lebih banyak bertumpu dan didominasi oleh hasil dari kegiatan kreatifitas manusianya. Institute Nomura dari Jepang misalnya telah mengobservasi bahwa Dominasi ekonomi pada negara negara maju sangat didominasi oleh kreatifitas sumber daya manusianya. Dengan menggunakan tolok ukur kepemilikan akan jumlah paten, benda industri serta copyright yang dari sebuah negara dan kemudian mengkorelasikan dengan standar ekonomi dan kehidupan yang dicapai negara tersebut, akan terlihat kecenderungan bahwa kreatifitas memegang dominasi penting pada negara negara yang memiliki status ekonomi yang baik.
Mengamati perkembangan serta temuan dari lembaga tersebut maka, pengembangan kreatifitas selayaknya menjadi pertimbangan lebih dalam sistem pendidikan bangsa ini untuk menyongsong masadepan. Namun untuk memahami pengembangan kreatifitas pada SDM tidak semudah yang diperkirakan. Dengan sistim pendidikan yang lebih menonjolkan kepandaian IQ, analisis serta hapalan dan administratif, maka perkembangan kreatifitas dalam pendidikan tidak mendapatkan porsi yang cukup.
Gambar kerucut pembelajaran yang diperkenalkan oleh Bloom tahun 1956 dibawah ini menunjukkan bahwa kreatifitas merupakan sebuah hasil dari keterampilan berfikir orde tinggi. Dimana kreatifitas merupakan keterampilan sinthesis dari proses mengabungkan elemen elemen kecil menjadi sebuah benda/sistem baru yang terintegrasi secara baik dan memiliki kompatibilitas antara masing masing elemennya.
Ternyata sejalan dengan pola Bloom, wakil menteri pendidikan menyatakan ada Enam level kecanggihan berpikir yaitu,
- kemampuan mengingat;
- kemampuan mengeja, membaca, dan menghafal;
- kemampuan mengingat dan menghafal terhadap konteks;
- kemampuan memvisualisasikan;
- kemampuan menganalisis; dan
- kemampuan memecahkan masalah.
Saat ini, dua per tiga dari siswa di Indonesia baru berada di posisi level satu dan dua. “Anak Indonesia yang bisa mencapai level lima dan enam, itu kurang dari satu persen,” demikian dikatakan oleh wakil menteri Pendidikan kita belum lama berselang Proses pendidikan klasik selama ini beroperasi pada pada tahap pengenalan pengetahuan, sedikit memberikan pemahaman dengan kedalaman yang semakin dangkal pada penggunaan pengetahuan. Kurang berhasil dalam mengembangkan kemampuan analisis yang kritis serta tidak memberikan kemampuan untuk membangun elemen elemen hasil analisis menjadi sebuah benda/sistem yang baru yang lebih baik dan optimum.
Lorin Anderson dan David Krthwohl lebih jauh mengajukan perbaikan pada Bloom Taxonomy, dimana mereka melihat orde kreatifitas merupakan order yang tertinggi dari Bloom's taxonomy.